ATRESIA ESOFAGUS DAN ATRESIA REKTI
DI SUSUN OLEH :
Defia Anggreana
MATA KULIAH : ASKEB NEONATUS
BAYI & BALITA
AKADEMI
KEBIDANAN PEMKAB MUARA ENIM
TAHUN AKADEMIK
2011 – 2012
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT
yang maha hidup tanpa batas waktu, yang maha abadi dan maha agung. Pencipta
waktu yang menjadi pembatas keberadaan makhluknya, pencipta kesempatan dengan
ruang dan waktu bagi manusia untuk menggapai kebahagiaan atau sebaliknya merugi
karena menyia-nyiakannya.
Shalawat dan salam semoga
tercurah kepada nabi Muhammad SAW, beserta anggota keluarganya, para sahabatnya
dan pengikutnya. berkat rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik.
Apabila ada kesalahan dalam
pembuatan makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya dan kepada allah
kami mohon ampun.
Semoga makalah dapat
bermanfaat bagi setiap pembaca dan kami juga mengharapkan kritik dan saran yang
membangun bagi setiap setiap pembaca, agar makalah ini dapat menjadi lebih baik
lagi.
Muara
Enim, 01 November 2010
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atresia esofagus merupakan kelainan
kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal
dengan esofagus bagian distal. Atresia
esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan
kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia
Esofagus meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan
kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea. Pada 86% kasus terdapat fistula trakhea oesophageal di
distal, pada 7% kasus tanpa fistula Sementara pada 4% kasus terdapat fistula
tracheooesophageal tanpa atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup. Bayi
dengan Atresia Esofagus tidak mampu untuk menelan saliva dan ditandai sengan jumlah
saliva yang sangat banyak dan membutuhkan suction berulangkali.
Kemungkinan
atresia semakin meningkat dengan ditemukannya polihidramnion. Selang
nasogastrik masih bisa dilewatkan pada
saat kelahiran semua bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion sebagaimana juga
bayi dengan mukus berlebihan, segara setelah kelahiran untuk membuktikan atau
menyangkal diagnosa. Pada atresia esofagus selang tersebut tidak akan lewat
lebih dari 10 cm dari mulut.
Angka
keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir dan kelainan
jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika ditemukan
adanyan salah satu faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga 80% dan bisa hingga 30-50 % jika ada dua faktor resiko.
Atresia
esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi
rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi atresia
esophagus di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia,
insidensi bervariasi dari 0,4-3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi
tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran
hidup.Masalah pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan
secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.
1.2 Rumusan masalah
Adapun
permasalahan yang akan di angkat pada makalah ini adalah apa itu Atresia
Esofagus dan Atresia Rekti serta bagaimana asuhan keperawatannya?
1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan umum
Memahami apa itu atresia esofagus
dan mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan atresia esofagus.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui definisi atresia esophagus
2. Mengetahui etiologi atresia esophagus
3. Mengetahui klasifikasi atresia esofagus
4. Mengetahui manifestasi klinik dari atresia esofagus
5. Mengetahui komplikasi dari operasi perbaikan
pada atresia esophagus
6. Memahami asuhan keperawatan pada atresia esophagus.
1.4 Manfaat
Kita dapat menambah ilmu pengetahuan dan menambah
wawasan.
1.5 Metode Masalah
Dalam penyelesaikan makalah ini penulis menggunakan metode internet dan
berbagai macam buku-buku asuhan kebidanan bayi dan neonatus kesehatan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Atresia
Esofagus
2.1.1 Epidemiologi
Atresia esofagus pertama kali
dikemukakan oleh Hirscprung seorang ahli anak dari Copenhagen pada abad 17
tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14 kasus atresia esofagus,
kelainan ini sudah di duga sebagai suatu malformasi dari traktus
gastrointestinal.
Tahun
1941 seorang ahli bedah Cameron Haight dari Michigan telah berhasil melakukan operasi
pada atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah
termasuk kelainan kongenital yang bisa diperbaiki.
Di Amerika Utara insiden dari
Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup, angka ini makin
lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Secara Internasional
angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu 1:2500 kelahiran
hidup. Atresia Esofagus 2-3 kali lebih
sering pada janin yang kembar.
2.1.2 Pengertian
Athresia Esophagus adalah
perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu
kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah
perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu
keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada
sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼
-1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi
karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula).
Kelainan
lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia
esofagaus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung,
kelainan gastroin testinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang
(hemivertebrata).
2.1.3
Patofisiologi
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan
cairan amnion dengan efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF
distal, cairan amnion akan
mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian
menuju usus.
Neonatus dengan
atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur. Pneumonia
aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat
TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat
mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang
sering kali mematikan. Trakea
juga dipengaruh oleh gangguan
embriologenesis pada atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan
bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder
pada stuktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan
menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi
penuh. Sekret sulit untuk
dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps
secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks
gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.
2.1.4 Etiologi
Sampai saat
ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan
Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu
dari saudara kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan dengan
sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan
dugaan penyebab genetik.
Namun saat
ini, teori tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan
genetik Perdebatan tetang proses embriopatologi masih terus berlanjut, dan
hanya sedikit yang diketahui.
2.1.5 Tanda
dan Gejala
1. Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal
ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya
dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidramnion
hendaknya dilakukan kateterisasi esofagus. Bila kateter terhenti pada jarak ≤ 10 cm, maka di duga
atresia esofagus.
2. Bila pada bbl Timbul sesak yang disertai
dengan air liur yang meleleh keluar, dicurigai terdapat atresia esofagus.
3. Segera setelah di beri minum, bayi akan
berbangkis, batuk dan sianosis karena aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
4. Pada fistula trakeosofagus, cairan lambung
juga dapat masuk kedalam paru, oleh karena itu bayi sering sianosis.
2.1.6 Gambaran Klinis
Ada beberapa keadaan yang merupakan
gejala dan tanda atresia esofagus,
antara
lain:
1. Mulut
berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari
mulut bayi
2. Sianosis
3. Batuk dan sesak napas
4. Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang
buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
5. Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk
kedalam lambung dan usus.
6. Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
7. Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti
kelainan jantung, atresia rectum atau anus.
2.1.7
Klasifikasi
Klasifikasi asli oleh Vogt tahun 1912 masih digunakan
sampai saat ini . Gross pada tahun 1953 memodifikasi klasifikasi tersebut,
sementara Kluth 1976 menerbitkan "Atlas Atresia Esofagus" yang
terdiri dari 10 tipe utama, dengan masing-masing subtipe yang didasarkan pada
klasifikasi asli dari Vogt. Hal ini terlihat lebih mudah untuk menggambarkan
kelainan anatomi dibandingkan memberi label yang sulit untuk dikenali.
1.
Atresia
Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal
Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal
esofagus, terjadi dilatasi dan penebalan dinding otot berujung pada mediastinum
superior setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal (fistel), yang mana lebih tipis dan
sempit, memasuki dinding posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm
diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula
trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang
berjarak jauh.
2. Atresia Esofagus terisolasi tanpa fistula
Esofagus distal dan proksimal
benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan segmen esofagus proksimal, dilatasi
dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior
sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus
distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda diatas diagframa.
3.
Fistula
trakheo esofagus tanpa atresia
Terdapat
hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan
trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan
diameter 3-5 mm dan umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan dua bahkan tiga
fistula.
4.
Atresia
esofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal
Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu
dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal esofagus tapi
berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan esofagus.
5.
Atresia
esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal
Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati
(misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai
akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan
memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan.
Seharusnya sudah dicurigai dari kebocoran gas banyak keluar dari kantong atas
selama membuat/ merancang anastomose.
2.1.8 Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Pengobatan
dilakukan dengan operasi. Atresia esofagus dianggap
sebagai darurat bedah. Pembedahan untuk memperbaiki kerongkongan harus
dilakukan dengan cepat setelah bayi stabil sehingga paru-paru tidak rusak dan
bayi bisa diberi makan.
A. Pre operasi
1) Keperawatan
a) Sebelum dilakukan operasi, bayi
diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung
ke dalam paru, cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi.
b) Sebelum operasi, bayi tidak diberi
makan melalui mulut. Perawatan diambil untuk mencegah bayi dari sekresi
pernapasan ke paru-paru.
2) Kemungkinan Komplikasi
Bayi mungkin nafas air
liur dan sekresi lainnya ke dalam paru-paru, menyebabkan pneumonia aspirasi,
tersedak, dan mungkin kematian.
B. Pasca operasi
Komplikasi - komplikasi yang bisa timbul
setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula atresia esophagus
adalah sebagai berikut :
1)
Dismotilitas
esophagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus.
Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan
minum.
2) Gastroesofagus
refluk. Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami
gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung
naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat
(medical) atau pembedahan.
3) Trakeo
esogfagus fistula berulang. Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan
seperti ini.
4) Disfagia atau
kesulitan menelan. Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus
yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya
makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5) Kesulitan
bernafas dan tersedak. Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan
makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
6) Batuk kronis.
Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus,
hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7) Meningkatnya
infeksi saluran pernafasan. Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah
kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh
dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
2.2 Atresia Rekti /
Anus
2.2.1 Pengertian
Anus imperforate merupakan suatu kelainan malinformasi
kongenital dimaan tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau
tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lobang secara
tetap pada anus. Atresia Ani
/ Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital.
2.2.2 Patofisiologi
Terjadinya anus imperforata karena kelainan kongenital
dimana saat proses perkembangan ambrionik tidak pada proses perkembangan anus
dan rectum. Atresia anal terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan
perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan janin.
2.2.3 Etiologi
Kegagalan pada fase embrio yang penyebab belum
diketahui.
Faktor Herediter : Abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen
2.2.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan
Gejala atresia anus pada bayi:
1. Bayi muntah – muntah pada umur 24 – 48 jam.
2. Sejak lahir tidak ada defekasi mekpnium
3. Anus tampak merah, usus melebar,
kadang-kadang ileus obstruksi.
4. Termometer yang dimasukkan melalui anus
tertahan oleh jaringan.
5. Pada auskultasi terdengar hiperperistaltik.
6. Pada fistula trakeoesofagus, cairan lambung
juga dapat masuk ke dalam paru, oleh karena itu bayi sering sianosis.
2.2.5 Klasifikasi
Bayi muntah-muntah pada 24 – 28 jam setelah lahir dan
tidak terdapat defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang
lebih tinggi Ladd dan Bross (1996) membagi anus imperforate dalam 4 golongan,
yaitu :
1. Stenosis
rectum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu
tercetak pada bermacam - macam jarak
dari peritoneum.
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung
rektum yang buntu
2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus
dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan
atresia ani menggunakan prosedur Abdomino Perineal Poli Through (APPT), tapi
metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang
lebih tinggi. Pena dan Defries (1982) memperkenalkan metode operasi yang baru,
yaitu PSARP (Postero Sagital Ano Recto Plasty). Yaitu dengan cara membelah
muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan
mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel. Tekhnik dari PSARP ini
mempunyai akurasi yang sangat tinggi dibandingkan dengan APPT yang mempunyai
tingkat kegagalan yang tinggi.
1.
Terapi dan Pengobatan
a.
Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi
sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit
prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi (membuat anus
buatan) beberapa saat setelah lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat
anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia
12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi
waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan
ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status
nutrisnya.
b. Pengobatan
1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2) Fiktusi yaitu dengan
melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus
(pembuat anus permanen)
BAB
III
STUDI
KASUS
Anak (a) laki-laki berusia 2 hari dibawa ibunya keklinik dengan
keluhan utama sianosis dan keluar cairan dari mulut. Satu hari yang lalu anak
laki-laki ini mengalami batuk, sesak nafas, perut kembung, dan oligouria.dengan
Ku lemah, s : 388˚c, r : 40 x/menit, n :
126 x/menit
ASUHAN
KEBIDANAN PADA BAYI Ny. ''Y''
DENGAN ATRESIA ESOFAGUS DI BPS '' S '' KABUPATEN MUARA ENIM
TAHUN 2012
I. Pengumpulan data dasar
Pengkajian dilakukan pada hari Kamis, 24 Desember 2008, pukul 10.00 WIB di BPS '' S '' Kabupaten muara enim tahun 2012.
A.
Pengkajian
1. Identitas Bayi
Nama : By. Ny. ''R''
TTL : muara enim , 24 Desember
2008
J. kelamin : laki-laki
2. Orang tua Bayi
Nama
: Tn Sumito
Umur :
27 tahun
Agama :
Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :
Wiraswasta
Alamat : Ds.Sumber gempol
|
Nama :
Ny.Rina
Umur : 25
tahun
Agama :
Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu
rumah tangga
Alamat :
Ds.Sumber gempol
|
B.
Keluhan Utama
Ibu mengatakan sejak disusui
pertama bayinya tersedak dan asi keluar dari mulut dan ibu mengatakan bayinya
mengeluarkan air liur dari mulutnya
C.
Riwayat Kesehatan yang lalu
1. Riwayat Intranatal
Ibu mengatakan memeriksakan kehamilannya / ANC kebidanan
:
Trimester I :
2 kali
Trimester II :
3 kali
Trimester III :
4 kali
Selama hamil ibu melakukan
ANC sebanyak 9 kali Ibu mengatakan imunisasi TT lengkap selama kehamilan Ibu
mengatakan obat-obatan yang pernah diminum Fe, Kalk, Vitamin C, Vitamin B6,
Vitamin B.
Keluhan selama hamil TM I :
mual dan muntah pada pagi hari TM II : tidak ada keluhan TM III : sering
kencing Ibu tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, minuman maupun
obat-obatan. Ibu mengatakan tidak menderita penyakit menular
Contoh : Hepatitis, AIDS, PMS Ibu mengatakan tidak ada
penyakit Menahun
Contoh : Asma, TBC
Contoh : Asma, TBC
UK : 40 minggu Selama hamil ibu tidak ada pantangan
terhadap makanan, minuman maupun obat-obatan serta minum jamu-jamuan
Ibu merasa BAK mulai tanggal
23 Desember 2008. pukul 21.00 WIB, sifat adekuat, kontraksi 5 kali dalam 10
menit, sudah mengeluarkan lendir yang bercampur darah, ketuban sudah pecah,
bayi lahir tanggal 24 Desember 2008 pukul 09.00 WIB ditolong oleh bidan. Persalinan berlangsung secara spontan pervaginam. Jenis
kelamin laki-laki, berat badan 2900 gram. Panjang badan 48 cm, lingkar dada 31
cm. selama persalinan tidak ada kesulitan, tidak ada kelainan, tidak ada cacat
fisik, plasenta lahir pada pukul 08.05 WIB dengan cara spontan pada saat
persalinan. Lama persalinan
:
Kala I : 8 jam
Kala II : 1 jam
Kala III : 20 menit
Kala IV : 2 jam
Obat yang diberikan adalah oksitosin 10 unit Untuk bayi
hepatitis B I mg
2. Riwayat
neonatal
Bayi lahir secara spontan
Apgar score : 6
– 7
Berat badan :
2900 gram
Panjang badan : 48
cm
Lingkar dada : 33
cm
Lingkar kepala : 34
cm
Makanan :
asi
Perawatan selama bayi : Mandi dan perawatan tali pusat
3.. Riwayat
nifas
Ibu tidak pernah minum jamu-jamuan, tidak ada pantangan
terhadap makan atau minuman tertentu.
4. Riwayat tumbuh
kembang
Bayi lahir dengan berat badan 2900 gram, panjang cm,
lingkar dada cm. lingkar kepala cm. reflek suching (+), reflek rooting (+),
reflek moro (+/+), reflek Gips (+/+), reflek plantar (+/+).
D.
Pola Kegiatan Sehari-hari
1. Pola
Nutrisi
Setelah bayi diberi asi bayi
tersedak dan sejak itu bayinya terus mengeluarkan air liur dari mulutnya.
2. Pola eliminasi
Setelah lahir : BAB 1 kali,
warna hitan kehijauan, bau khas, konsistensi lunak, tidak ada push atau darah
3. Pola istirahat
Setelah lahir : bayi belum
tidur
4. Pola hygiene
Setelah lahir : bayi belum
dimandikan, ganti popok 2 kali
5. Tanda-tanda vital
Nadi : 140 x/menit
Respirasi : 42 x/menit
Suhu : 388˚C
E.
Perawatan fisik
a. Kepala
simetris, Fontanel mayor dan minor, tidak ada caput succe atau chepal hoematoma, tidak ada benjolan abnormal lainnya.
simetris, Fontanel mayor dan minor, tidak ada caput succe atau chepal hoematoma, tidak ada benjolan abnormal lainnya.
b.Mata
Simetris, ada sedikit secret
, palpebra tidak odema, sclera putih.
c. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada
secret, tidak ada pernapasan cuping hidung mulut
d. Bibir
simetris, tidak ada bibir
sumbing, tidak sariawan, warna pucat, tidak ada luka, tidak ada seilosis, bibir
kering.
e. Lidah
bersih, warna merah jambu, tidak glositis
f. Gusi
Warna merah jambu, tidak gingivitis
g. Telinga
Simetris, tidak OMP, bersih, tidak ada
serumen
h. Leher
Simetris, tidak ada pembesaran tyroid, vena
jugularis, kelenjar limfe.
i. Dada
Simetris, bunyi jantung
normal, teratur dan terdengar, tidak ada ronchi, wheezing dan juga tidak ada
bunyi mur-mur.
j. Abdomen
Simetris,tali pusat bersih,
tidak ada pembesaran dinding abdomen, tidak ada nyeri.tekan
k.
Genetalia
Testis sudah turun di
skrotum, tidak ada kelainan pada genetalia, dan teraba lubang.anus.
l. Ekstremitas
atas
Simetris,
tidak ada gangguan pergerakan, tidak ada odema, tidak ada luka, kulit bersih,
tidak polidaktil atau sindaktil, sinopsis di ujung jari, bibir
m. Ekstrimitas
bawah
Simetris, tidak ada gangguan
pergerakan, tidak ada odema, tidak ada luka, kulit bersih, tidak polidaktil atau sindaktil,
sianosis di ujung akral.
n. Punggung
Simetris, bersih, tidak ada luka / lesi, tidak
ada lanugo
o. Pemeriksaan
reflek
1. Suching +
2. Rooting +
3. Moro +/+
4. Graps +/+
p. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pada hari kamis, 24 Desember 2008 pukul
10.00 WIB. Telah dilakukan
pernafasan sonde dan berhenti 8 cm dan hasilnya tidak dapat masuk dalam
lambung.
q..Kesimpulan
Bayi Nyonya Rina dengan atresia esophagus dengan ciri-ciri bayi rewel, tersedak saat minum susu (ASI), air liur sering keluar, dan sering sianosis setelah.tersedak.
Bayi Nyonya Rina dengan atresia esophagus dengan ciri-ciri bayi rewel, tersedak saat minum susu (ASI), air liur sering keluar, dan sering sianosis setelah.tersedak.
II. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH DATA DASAR
DIAGNOSA
S : Ibu
mengatakan bahwa sejak bayinya lahir, bayinya selalu mengeluarkan air liur dan
jika diberi asi, asinya selalu keluar lagi dan bayinya sering kebiru-biruan
(sianosing) setetlah tersedak.
O : KU lemah
Temp : 388˚C
RR : 40 x/menit
N : 126 x/menit
1. Bayi rewel
2. Sering sianosisi karena tersedak
3. Air
liur sering kaluar
4. Bibir
pucat, kering Diagnosa:
5. Susper
atresia esophagus
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA ATAU MASALAH POTENSIAL
Atresia
esophagus
IV.
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN YG MEMERLUKAN TINDAKAN SEGERA
- Kolaborasi dengan dokter spesialis anak
- Merujuk ke rumah sakit
Diagnosa
/ Masalah Tujuan / Kriteria keberhasilan Intervensi Susper atersia esophagus.
Tujuan:
atresia esofagus dapat teratasi
Kriteria :
a. Bina hubungan saling percaya
antara keluarga pasien dengan tenaga kesehatan
Rasional: Dengan hal ini dapat menumbuhkan rasa
saling percaya sehingga memudahkan untuk melakukan tindakan medis
b.
anjurkan pada ibu atau keluarga untuk foto rontgen bayinya.
Rasional:
Untuk memastikan adanya atresia esofagus atau tidak
c..anjurkan
pada ibu untuk tidak menyusui bayinya untuk sementara waktu Rasional:Untuk
mencegah agar bayi tidak tersedak dan menangis
d. lakukan pemasangan NGT
Rasional: Untuk mengetahui
adanya atresia esofagus atau tidak. Jika selang NGT masuk < 10 cm dan tidak
bisa masuk sampai lambuing atau saat dites tidak ada gelembung udara berarti
bayi mengalami atresia esofagus
Hasil :
a. bayi tidak tersedak saat minum asi
b. bayi tidak sianosis
c. bayi tidak mengeluarkan air
liur lagi
Implementasi
Evaluasi :
Dilakukan pada hari kamis tanggal 24 Desember 2008
Pukul 11.30 WIB
1. Membina
hubungan saling percaya antara klien/keluarga pasien dengan petugas Kesehatan
2. menganjurkan kepada ibu
atau keluarga untuk foto roentgen bayinya
3.
Menganjurkan kepada Ibu untuk tidak menyusui bayinya sementara waktu
4.
melakukan pemasangan NGT Dilakukan pada hari kamis 24 Desember 2008 pukul 13.00
WIB.
S : Ibu mengatakan bahwa beliau mengerti atas
penjelasa yang diberikan oleh bidan
O : KU :lemah
N : 90 x/menit
Temp :
387˚C
RR : 42 x/menit
1. Air liur keluar
dari mulut
2. Bayi mengalami sianosis
3.
Bayi
sering tersedak sat minum asi
4. Bibir
pucat dan kering
A : Atresia
uteri
P :
berkolaborasi dan merujuk ke fasilitas yang dilakukan
1.
Memposisikan pasien
semi fowler
2.
Melakukan pengisian lendir
3. Memasang O2
jika terjadi sianosis Design Graphic, Editing
Photo & V
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1 Atresia
esofagus
4.1.1 Gambaran klinis
Liur selalu meleleh dari mulut bayi dan berbui.
Apabila liur tersebut masuk kedalam trakea akan terjadi aspirasi pada pistula
trakeoesofagus , cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru, oleh karena itu
bayi sering sianosis. Pemberian minuman dapat menyebabkan batuk atau
seperti tercekik dan bayi seanosis.
Kelainan bawaan ini biasanya terdapat pada bayi yang lahir dengan kehamilan
hidramion dan biasanya bayi dalam keadaan kurang bulan. Pada bayi kurang bulan
ini, pemberian minum sering menyebabkan bayi tersebut menjadi biru dan upnea
tanpak batuk – batuk jika terdapat pistula trakeoesofagus perut bayi tanpak
membuncit karena berisi udara bila dimasukkan kateter melalui mulut sepanjang
7,5 – 10 cm dari bibir, kateter akan terbentuk pada ujung esophagus yang buntu
dan bila kateter didorng terus akan melingkar – lingkar didalam esophagus yang
buntu tersebut diagnosi pasti dapat ditegakkan dengan memasukan pipa radio-opak
atau larutan kontras lipiodol kedalam esophagus dan dibuat foto torack biasa
4.1.2
Penatalaksanaan medis
Pengobatan dilakukan dengan
operasi. Atresia esofagus dianggap sebagai darurat bedah.
Pembedahan untuk memperbaiki kerongkongan harus dilakukan dengan cepat setelah
bayi stabil sehingga paru-paru tidak rusak dan bayi bisa diberi makan.
1. Pre
operasi
a. Keperawatan
1)
Sebelum dilakukan
operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi
cairan lambung ke dalam paru, cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah
aspirasi.
2) Sebelum operasi, bayi tidak diberi makan melalui
mulut. Perawatan diambil untuk mencegah bayi dari sekresi pernapasan ke
paru-paru.
b.
Kemungkinan Komplikasi
Bayi mungkin nafas air liur dan sekresi lainnya ke
dalam paru-paru, menyebabkan pneumonia aspirasi, tersedak, dan mungkin
kematian.
2. Pasca operasi
Komplikasi - komplikasi yang bisa timbul setelah
operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah
sebagai berikut :
a.
Dismotilitas
esophagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus.
Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan
minum.
b.
Gastroesofagus
refluk. Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami
gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung
naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat
diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
c.
Trakeo esogfagus
fistula berulang. Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
d.
Disfagia atau kesulitan
menelan. Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang
diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya
makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
e.
Kesulitan
bernafas dan tersedak. Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan
makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
f.
Batuk
kronis. Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia
esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
4.2 Atresia rekti
4.2.1 Gambaran
klinis
Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal (
dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari vagina) dan jarang
rektoperineal tidak pernah rektourinarius sedangkan pada bayi laki laki dapat
terjadi fistula rektourinarius dan berakhir dikandungan kemih atau uretra dan
jarang rektoperineal untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi
baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan thermometer yang
dimasukkan sampai sepanjang 2 cm kedalam anus atau dapat juga dengan jari
kelingking yang memakai sarung tangan jika terdapat kelainan maka thermometer
dan jari kelingking tidak dapat masuk .bila anus terlihat norml dan penyumbatan
terdapat lebih tinggi dari perineum gejala akan timbul dalam 24 – 28 jam
setelah lahir berupa perut kembung dan muntah
berwarna hijau.
4.2.2 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus
dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan
atresia ani menggunakan prosedur Abdomino Perineal Poli Through (APPT), tapi
metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang
lebih tinggi. Pena dan Defries (1982) memperkenalkan metode operasi yang baru,
yaitu PSARP (Postero Sagital Ano Recto Plasty). Yaitu dengan cara membelah
muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan
mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel. Tekhnik dari PSARP ini
mempunyai akurasi yang sangat tinggi dibandingkan dengan APPT yang mempunyai
tingkat kegagalan yang tinggi.
4.2.3 Terapi dan Pengobatan
1.
Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi
sesuai dengan keparahan kelainan.
Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan
dilakukan kolostomi (membuat anus buatan) beberapa saat setelah lahir, kemudian
anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum
abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada
usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan
pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk
menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya.
2. Pengobatan
a. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
b. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan
setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital dengan
variasi fistula trakeoesofageal maupun kelainan kongenital lainnya. Atresia
esofagus dapat dicurigai sejak kehamilan, dan didiagnosa segera setelah bayi
lahir. Bahaya utama pada
AE adalah resiko aspirasi, sehingga perlu dilakukan suction berulang.
Penatalaksanaan pada AE utama adalah pembedahan, tetapi tetap dapat
meninggalkan komplikasi lebih lanjut yang berhubungan dengan gangguan motilitas
esofagus.
5.2 Saran
Perlu dilakukan pemeriksaan dengan NGT untuk mencari ada
tidaknya atresia esofagus pada bayi baru lahir terutama dengan faktor resiko
ibu yang memiliki polihidramnion ataupun tanda dari bayi seperti mulut berbuih,
air liur yang terus keluar, batuk dan sesak nafas, ataupun kembung. Dalam
perujukan, perlu dilakukan tindakan khusus saat pemindahan, yaitu untuk
mencegah hipotermia, sumbatan jalan nafas dan aspirasi dengan suction berulang,
dan gangguan sirkulasi seperti dehidrasi, hipoglikemia dan gangguan elektrolit
dengan pemberian cairan intravena.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and
Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical
Nursing. EGC. Jakarta.
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden
(2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall (1997). Buku Saku
Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6.
Jakarta : EGC.
Doengoes Merillynn.
(1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care
plans. Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta.
Dorland. (1998).
Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed. 25. Jakarta:
EGC
Long, Barbara.
C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan. USA: CV Mosby
Prince A Sylvia.
(1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC. Jakarta.
Wong, Donna L
(2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica
Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta
: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar